Kisah Sudardi (77), Tuna Wisma Berangkat Haji Menabung 10 Tahun dari Sedekah Masyarakat di Pasar Minggu


Dimana ada niat baik, disitu pasti ada jalan. Nyata-nyata kemiskinan dan tanpa memiliki anggota tubuh lengkap tak membuat Sudardi Samro Ramsiso Agung (77) patah arang memiliki impian untuk naik haji. Bagaimana perjuangan duda sebatang kara ini? Simak kisahnya.

KEBERANGKATAN Calon Jemaah Haji (CJH) Kota Bengkulu, hanya tinggal menghitung hari. Mulai 29 Agustus, CJH diberangkatkan ke tanah suci. Adalah salah satu diantaranya Sudardi Samro Ramsiso Agung. Perlu bersabar menunggu 10 tahun baginya untuk mewujudkan keinginan menginjakkan kaki di Mekkah.

Apalagi bagi warga yang menumpang di rumah Hazibin dan Hj. Wilnatul Yusrah di Jalan Bangka RT 10 No 7 Kelurahan Belakang Pondok Kecamatan Ratu Samban ini, mengumpulkan rupiah bukanlah hal mudah. Sehari-harinya pria tuna wisma kelahiran 1937 ini mengandalkan uluran tangan berupa sedekah dari pengunjung Pasar Minggu.

Rintangan juga bukan hanya datang karena kondisi ekonomi. Sudardi juga sempat dilarang petugas kesehatan karena sempat jatuh sakit. Sejak lama kakinya sudah diamputasi dan menggunakan kaki palsu. Jari tangan juga diamputasi karena sakit yang dideritanya.


“Terus terang saya terpaksa mengemis karena susah mencari kerja sejak di Palembang. Di Bengkulu tinggal menumpang di kosan milik Pak Hazibin. Beliau membuka salon dekat Pasar Minggu. Uang hasil sedekah itulah yang saya kumpulkan setiap hari,” tutur Sudardi mengawali ceritanya kepada RB, saat ditemui kemarin (25/8).

Sudardi menambung sejak tahun 2005. Sehari dari pendapatan meminta-minta Rp 100 ribu-Rp 150 ribu, ia menyisihkan Rp 30 ribu-Rp 90 ribu. Uang itu ditabung di bank. Setelah lima tahun, modal awal setoran awal untuk mendaftar naik haji pun terkumpul. Sudardi pun mendaftar ke Kantor Kemenag kota.

“Setoran awal Rp 20 juta. Untuk membayar sisanya, saya menabung lima tahun lagi,” kata Sudardi yang mengakui tetap tidak akan berhenti menjadi pengemis walaupun pulang dari Tanah Suci.

Sudardi mengatakan, jika bisa mencapai tanah suci dirinya pun rela dicabut nyawa oleh Allah SWT. Ia merasa tidak khawatir karena sudah sejak lama sebatang kara.

“Saya ingin menunjukan orang miskin yang serba kekurangan pun kalau tekun dan berdoa bisa ke tanah suci. Mudah-mudahan doa masyarakat yang kini berdatangan memberikan dukungan kepada saya bisa menjadikan saya haji yang mabrur,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Sementara Hj Wilnatul Yusrah (51) pemilik kosan tempat tinggal Sudardi mengakui bahwa selama ini ikut membantu menabung uang yang didapat Sudardi, juga mengurus dokumen pemberangkatan haji. Bahkan selama tinggal di kosannya, Sudardi tidak pernah dimintai biaya.

“Keberangkatan Pak Sudardi serentak dengan kami bertiga sekeluarga. Kami yang akan mengurus dan membimbing selama di Tanah Suci. Uang tabungannya memang murni hasil kumpulan pendapatannya mengemis, sedekah dan zakat. Kami berharap keberangkatannya tidak ada hambatan lagi,” ujar Wilnatul Yusrah yang mengaku memang sudah memiliki pengalaman ke tanah suci.

Sudardi sendiri tergabung dengan kelompok terbang (kloter) 7 yang berangkat pertama dari Bengkulu pada sabtu, 29 Agustus. (http://harianrakyatbengkulu.com/ver3/2015/08/26/kisah-sudardi-77-tuna-wisma-yang-siap-berangkat-naik-haji-menabung-10-tahun-dari-sedekah-masyarakat-di-pasar-minggu/)

Komentar

KabarMakkah.Com